Ini catatan yang saya tulis akhir tahun 2017 lalu dan di-post dalam blog tumblr (yang sekarang sudah di-block penggunaannya di Indonesia)
image source: Thought Catalogue
Jangan
pernah lari dari masalah, hadapi dengan berani.
Tidak
pernah sekalipun saya memaknai arti dari sebuah kejadian sebegitu seriusnya,
hinggalah pada tahun 2017 ini. Sedikit spesial dibanding tahun-tahun
sebelumnya, beberapa insiden besar yang terjadi di sepanjang 2017 berhasil
merubah cara pandang saya terhadap lingkungan sekitar dan hidup yang saya
jalani. #Tsaaah.
Maaf
loh kalo postingan kali ini agak sedikit baper. Banyak baper deh, tidak
sedikit.
Awal
tahun ini ada satu kejadian yang nggak mungkin SEJELAS ITU saya ceritakan
disini, tapi efeknya sangat besar dalam hidup saya. Saya sempat ‘kabur’ dari
yang namanya berhadapan dengan masalah. Saya kemudian mencari tempat
‘perlindungan’ kepada orang-orang yang yang saya anggap tulus ingin membantu.
Saat itu saya berada pada posisi yang lemah, tidak berani untuk membuat
keputusan tegas, dan membuat banyak orang kecewa.
Saya
berada di posisi yang sulit karena masing-masing pilihan yang yang saya punya
saat itu tidak bisa memuaskan hati semua pihak. Padahal, pihak-pihak tersebut
sangat peduli dan concern terhadap saya. Namun yang saya sadari, mereka
tentu memiliki pendapat dan orientasi yang berbeda pula.
Lebih
parahnya, mereka secara sadar-tidak sadar memaksakan keinginan mereka terhadap
keputusan yang seharusnya ada di tangan saya. Dengan segala latar belakang yang
berbeda saya tetap menghormati mereka, tapi ketika mereka mulai menekan saya
untuk segera membuat keputusan tanpa memahami posisi sulit yang saya tengah
hadapi, it kills me.
Saya
kemudian kabur, melarikan diri dari mereka semua. Literally kabur. I
packed all my stuff, leaving from one city to another, visit my old friends and
relatives –semua mereka yang nggak ada hubungannya dengan masalah tadi. I
was sad, heart broken, depressed, had no job, had no enough money, but still I
tried my best to hide it and made myself happy along the way. To think about it
again, I feel proud of myself. Karena hingga detik ini, saya masih hidup
dan Alhamdulillah feeling totally relieved.
Guys, melarikan diri nggak akan bisa menyelesaikan masalah. You can never please anyone. Kutipan klise yang sering kalian dengar ini benar adanya loh. Maka yang sebaiknya saya lakukan dari awal adalah berani bertindak tegas dan menjadi diri saya sendiri. Ada saatnya kita mendengar pendapat orang lain, tapi cukup jadikan itu sebagai masukan untuk diri sendiri. Yang tahu diri kita ya kita sendiri. Yang akan merasakan konsekuensinya nanti ya diri sendiri. You need to be responsible for your own life. You do good? Good things will come in your way eventually. You do bad? Tunggu aja akibatnya.
Sejujurnya dalam kasus ini, saya tidak melakukan suatu perbuatan yang jahat, hina, keji dan semacamnya. Engga gitu juga sih. Tapi ya itu tadi ya, kesalahan saya adalah melarikan diri. Saya terlalu takut untuk membuat keputusan secara tegas dan tidak menjadi diri sendiri. Saya terlalu banyak menjadikan pendapat orang lain sebagai acuan dalam hidup, padahal sama halnya dengan saya, mereka juga tidak sempurna. Saya juga terlalu takut untuk mengecewakan berbagai pihak, hingga saya memutuskan untuk tidak memberi jawaban. Pada poin ini saya merasa sebagai orang yang pengecut, lemah, dan yang paling parah, saya kehilangan percaya diri.
Dan percayalah, ketika kamu kehilangan rasa percaya diri, rasanya tuh nggak enak. Suer, nggak enak.
All my life I’ve always knew that I was born sebagai orang yang kepedean, jadi ketika mulai ngerasa krisis pede kya gini, rasanya tuh gimanaa gitu ya..
Sejak insiden tersebut berlangsung hingga akhir tahun ini saya masih belum bisa move on. Saya depresi, hilang arah, dan mulai meragukan semua aspek dalam hidup saya yang paling penting, termasuk karir dan anggota keluarga. Saya ingin kabur dari hidup yang dijalani, tapi bunuh diri bukan suatu keputusan yang bijak. Jadilah sepanjang tahun ini saya seperti orang yang hidup tapi jiwanya mati. Semua orang bisa melihat perubahan itu, termasuk rekan-rekan kerja saya, bos, orangtua, adik, dan para sahabat. Mau curhat sama siapa? Saya juga bingung siapa yang bisa saya percaya..
Pertanyaannya, bagaimana saya bisa lepas dari semua masalah ini?
Kembali ke Tuhan.
Kemudian saya ‘diguncang’ oleh masalah tadi.
Awal Oktober kemarin saya memutuskan untuk keluar dari ‘penjara’ imaji saya, dan memutuskan untuk datang ke suatu event pengajian Islami yang biasa diadakan setiap minggu oleh warga Indonesia yang ada di Kuala Lumpur. Saat itu ada satu ayat dalam Al Quran yang disebutkan oleh sang penceramah yang menyadarkan saya akan kekeliruan selama ini.
‘Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.’ (Surah Ali ‘Imran Ayat 186)
“Karena Allah SWT sayang sama kita makanya Dia hadapkan kita dengan masalah dan cobaan”, begitu lanjut penceramah itu kembali.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda (yang artinya): Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allah mencintai suatu kamu, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapat kemurkaanNya [9]”
Saat itu juga saya langsung lari menuju toilet kemudian nangis tersedu-sedu. Indiahe sekali yaa.. Eh tapi serius, ini tuh bukan sedih, tapi justru ada perasaan lega. Selama perjalanan pulang ke rumah tak henti-hentinya saya ngeliat ke atas langit sambil senyum-senyum sendiri, ‘Ya Allah nggak nyangka, ternyata semuanya cuma ujian karena Engkau sayang padaku. Tolong ya Allah, mudahkan jalannya supaya aku terbebas dari rasa tidak enak ini dan tolong lembutkan hati orang-orang yang tersakiti olehku –baik secara langsung maupun tidak langsung. Amin..‘
I swear, sejak hari itu masalah yang menjadi beban selama ini perlahan-lahan mulai terasa ringan. Orang-orang yang dulunya salah paham terhadap saya mulai mengontak saya lagi dan meminta maaf, kemudian suasana yang tadinya tidak enak jadi cair kembali. Satu persatu diperlihatkan prosesnya di depan mata. Susah untuk dideskripsikan, namun saya bersyukur terlepas dari rasa depresi dan tidak percaya diri. Selama ini saya menyakiti diri saya sendiri. Betapa bodohnya.
Saya mulai membuka diri. Saya temui mereka yang dulu sempat saya hindari. Menjalin silahturahmi kembali membuat keadaan menjadi lebih baik, bahkan saya mulai merasa gembira. Walaupun sesekali trauma masih singgah ketika saya dihadapi persoalan yang baru, tapi sekarang saya sudah tahu mau bersikap bagaimana. Saya tahu kepada siapa saya harus curhat dan meminta pertolongan.
Terima kasih sudah membaca curhat akhir tahun 2017 saya yang super panjang ini ya.
Assalamualaikum wr wb,
peace be upon you.
1 comment:
Mantap Gesha, sukses berkarya di dunia jurnalis
Post a Comment